Beban Psikologis yang Menghambat Perkembangan Anak Bungsu

dr. Dewi Virdianti Pangastuti
Ditulis oleh: Morigro
Ditinjau oleh:
Beban Psikologis yang Menghambat Perkembangan Anak Bungsu

Menjadi anak bungsu atau anak terakhir seringkali dianggap sebagai posisi yang menyenangkan karena biasanya mendapatkan perhatian ekstra dan kasih sayang lebih dari orang tua serta kakak-kakaknya. Namun di balik semua itu, anak terakhir juga bisa menghadapi beban psikologis yang tidak boleh diabaikan. 

Tekanan untuk memenuhi ekspektasi keluarga atau perasaan selalu dibandingkan dengan saudara-saudaranya dapat menjadi beban tersendiri untuk anak bungsu. Untuk mengetahui cara membantu Si Kecil menghadapi hal tersebut, baca artikel ini sampai habis, ya. 

Beban Psikologis Anak Bungsu dalam Keluarga

Si Kecil yang menjadi anak bungsu sering kali menghadapi beban psikologis yang unik dalam struktur keluarga. Salah satu beban terbesar adalah stereotip bahwa anak bungsu cenderung manja dan kurang mandiri. Stereotip ini bisa mempengaruhi Moms dan Dads, atau bahkan anggota keluarga lainnya dalam memperlakukan Si Kecil, yang mungkin secara tidak sadar memberikan perlakuan berbeda dibandingkan dengan kakak-kakaknya.

Selain itu, pola asuh yang lebih santai terhadapnya dapat mengurangi kesempatannya untuk belajar mandiri dan bertanggung jawab. Misalnya, Si Kecil mungkin tidak diberi tanggung jawab yang sama seperti kakak-kakaknya dalam hal tugas rumah atau pengambilan keputusan. Hal ini bisa membuatnya kurang percaya diri dalam menghadapi tantangan sehari-hari, karena ia tidak terbiasa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Perasaan ini diperparah oleh kecenderungan Si Kecil untuk membandingkan diri dengan saudara-saudaranya. Ketika melihat pencapaian atau kesuksesan kakak-kakaknya, ia mungkin merasa kurang berprestasi atau bahkan tidak mampu mencapai hal-hal serupa. Beban psikologis ini dapat menimbulkan perasaan rendah diri dan kecemasan.

Pengaruh terhadap Tumbuh Kembang

Beban psikologis yang dialami oleh anak bungsu dapat mengganggu seluruh aspek tumbuh kembangnya, termasuk dalam perkembangan sosial, emosional, hingga kognitif. 

Si Kecil yang sering merasa dibanding-bandingkan atau dianggap kurang mampu mungkin cenderung menghindari interaksi sosial atau kesulitan membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Rasa tidak percaya diri yang muncul karena perbandingan ini bisa membuatnya menarik diri dari kegiatan sosial yang penting untuk perkembangannya.

Perkembangan emosional juga sangat rentan terhadap dampak beban psikologis ketika si Bungsu terbebani oleh ekspektasi atau perbandingan. Situasi seperti ini mungkin membuatnya kesulitan dalam mengelola emosinya, terutama saat menghadapi situasi yang menuntut kemampuan mengatasi stres atau kegagalan. Jika kondisi ini terus berlanjut, ia dapat menjadi rentan terhadap gangguan emosional seperti kecemasan atau depresi di kemudian hari.

Dari segi kognitif, beban psikologis juga bisa mengurangi motivasi dan kemampuan belajarnya. Si Kecil yang terbiasa terlalu dilindungi atau tidak diberi ruang untuk mengeksplorasi kemampuannya mungkin jadi kurang tertarik mencoba hal baru atau mengembangkan bakatnya. Akibatnya, proses pembelajaran dan pengembangan keterampilan kognitifnya bisa terhambat. Ia mungkin juga mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan tantangan akademis atau kehilangan minat untuk mencapai potensi yang lebih tinggi.

Cara Mengatasi Beban Psikologis

Supaya Si Kecil tidak mengalami beban psikologis dan tumbuh kembang yang terganggu, GroMoms bisa mencoba cara berikut ini.

  • Beri Kesempatan untuk Mandiri

Berikan ia kesempatan yang sesuai dengan usianya. GroMoms perlu mendorongnya untuk mencoba hal-hal baru dan membiarkannya belajar dari kesalahan sendiri. Ini akan membantu melatih kepercayaan diri Si Kecil dan membekalinya dengan kemampuan untuk menghadapi tantangan secara mandiri.

  • Hindari Perlakuan yang Terlalu Protektif

Jangan terlalu melindungi anak bungsu dari semua kesulitan atau kegagalan. Biarkan ia menghadapi konsekuensi dari tindakannya agar belajar tentang tanggung jawab dan ketangguhan diri. Pasalnya, perlakuan yang terlalu protektif justru dapat membuatnya merasa tidak mampu dan bergantung pada orang lain.

  • Perlakukan Setara dengan Saudara

Pastikan setiap anak diperlakukan dengan adil, tanpa memandang urutan kelahiran. Berikan tugas, pujian, dan perhatian yang setara untuk menghindari timbulnya rasa cemburu atau rendah diri. Dengan cara ini, Si Kecil akan merasa dihargai dan menjadi bagian penting dalam keluarga.

  • Ajak untuk Terlibat dalam Keputusan Keluarga

Ajak anak bungsu berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan keluarga agar ia merasa pendapatnya dihargai. Tentunya, hal ini dapat membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan partisipasi aktif dalam keluarga, serta memperkuat ikatan dengan anggota keluarga lainnya.

GroMoms dapat mendukung perkembangan Si Kecil dengan memahami beban psikologis yang ia miliki. Melalui penerapan pola asuh yang tepat, anak terakhir dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri dan percaya diri. 

Yuk, pelajari lebih lanjut berbagai macam pola asuh yang dapat diterapkan untuk membantu anak bungsu tumbuh dengan baik di sini: Pengaruh Pola Asuh Terhadap Tumbuh Kembang Anak.

Sumber: 

  • Healthline. The Characteristics of Youngest Child Syndrome. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2024. https://www.healthline.com/health/parenting/youngest-child-syndrome#Ways-to-Combat-Youngest-Child-Syndrome- 
  • Anxiety Trauma Therapy. Birth Order: How does being the youngest child impact personality? By Guenette du Ville, LMFT. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2024. https://www.anxietytraumatherapy.com/blog/2016/9/1/birth-order-how-does-being-the-youngest-child-impact-personality-by-guenette-du-ville-lmft
Morigro mendukung program ASI Eksklusif